Baru ini pemerintah merencanakan akan ada kenaikan tarif royalti untuk industri sektor nikel maksimal sampai 19%.
Sebagaimana terketahui sebelumnya, bahwa pada tahun ini pemerintah menargetkan penerimaan negara bukan pajak lebih tinggi untuk tahun-tahun mendatang. Adapun, pada tahun ini targetkan mencapai Rp513,6 triliun, lebih tinggi dari tahun sebelumnya Rp492 triliun.
Isu kenaikan royalti untuk sektor nikel kembali mencuat. Pemerintah disebut sedang mempertimbangkan untuk menaikkan tarif royalti nikel sebagai upaya meningkatkan pendapatan negara. Namun, langkah ini menuai pro dan kontra dari pelaku industri.
Lantas, bagaimana dampaknya terhadap industri pertambangan nikel di Indonesia? Apakah kebijakan ini akan memengaruhi ekspor dan investasi di sektor hilirisasi?
Nikel merupakan salah satu komoditas strategis Indonesia yang menjadi tulang punggung industri baterai kendaraan listrik (EV). Dengan meningkatnya permintaan global, pemerintah melihat peluang untuk menaikkan royalti guna:
- Meningkatkan penerimaan negara dari sektor pertambangan.
- Mengoptimalkan nilai tambah nikel melalui hilirisasi.
- Mengendalikan ekspor bahan mentah agar lebih banyak diolah di dalam negeri.
Namun, di sisi lain, kenaikan royalti bisa membebani perusahaan tambang, terutama yang masih bergantung pada ekspor bijih nikel.
Dampak Kenaikan Royalti pada Industri Nikel
1. Tekanan pada Perusahaan Tambang
Kenaikan royalti akan menambah beban operasional perusahaan, terutama yang belum sepenuhnya berinvestasi di hilirisasi. Hal ini bisa mengurangi margin keuntungan dan memengaruhi kelangsungan usaha.
2. Perlambatan Investasi?
Investor mungkin berpikir dua kali sebelum menanamkan modal jika kebijakan fiskal dinilai kurang mendukung. Namun, jika pemerintah memberikan insentif hilirisasi, dampaknya bisa lebih terkendali.
3. Harga Ekspor Bisa Naik
Biaya produksi yang meningkat dapat membuat harga nikel Indonesia kurang kompetitif di pasar global, terutama jika negara lain menawarkan tarif lebih rendah.
4. Dorongan Hilirisasi
Di sisi positif, kenaikan royalti bisa memacu percepatan hilirisasi, karena perusahaan didorong untuk mengolah nikel di dalam negeri agar mendapatkan tarif lebih ringan.
Respons Pelaku Industri
Asosiasi perusahaan tambang dan smelter menyatakan kekhawatiran mereka:
- APNI (Asosiasi Penambang Nikel Indonesia) menilai kenaikan royalti harus dibarengi dengan kemudahan perizinan dan insentif fiskal.
- Perusahaan smelter khawatir biaya produksi akan melonjak, sehingga mengurangi daya saing produk nikel olahan Indonesia.
Sementara itu, pemerintah berargumen bahwa kenaikan royalti sejalan dengan strategi hilirisasi dan peningkatan nilai tambah mineral.