Kekerasan seksual adalah bentuk kejahatan yang meninggalkan luka fisik, mental, dan sosial yang mendalam bagi korbannya. Di tengah meningkatnya kasus-kasus kekerasan seksual di Indonesia,
Meskipun Indonesia sudah memiliki UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), banyak pelaku masih mendapatkan hukuman yang teranggap ringan. Tidak jarang, pelaku terhukum lebih ringan karena alasan seperti “pelaku masih muda”, “tidak mengulangi perbuatan”, atau “permintaan maaf telah tersampaikan”.
Padahal, efek terhadap korban seringkali seumur hidup.
pendapat Prof. Dr. Irwanto tersebut adalah benar bahwa penjatuhan pidana yang berat bagi pelaku kekerasan seksual apalagi dengan menjatuhkan hukuman kebiri bukanlah solusi yang tepat
trend kasus perkosaan yang semakin hari semakin meningkat memang sudah seharusnya terjatuhkan hukuman yang berat bagi para pelaku-pelaku pemerkosaan, lihat saja kasus bengkulu. belum selesai, muncul lagi kejadian pemerkosaan tanggerang.
tersertai dengan pembunuhan dan pelakunya “terduga” seorang anak yang benisial RA masih berusia 15 masih SMP terhadap korban.
Melihat kelakuan biadab para pelaku setelah korban terperkosa, selanjutnya (maaf) kemaluan korban dimasukan gagang cangkul.
Pelaku-pelaku kejahatan seperti ini memang pantas terhukum seberat-beratnya termasuk terjatuhi hukuman “mati”.
walaupun penjatuhan hukuman mati masih menjadi polemik karena teranggap melanggar HAM, apalagi penjatuhan hukuman mati tidak terperbolehkan oleh sistem hukum pidana kita.
Tetapi pernahkah kita memikirkan HAM si korban termasuk hak asasi keluarga.
Kekerasan seksual adalah pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia. Hukuman dua kali lipat bukan sekadar pembalasan, tetapi upaya serius untuk menghentikan rantai kekerasan, memulihkan kepercayaan korban pada hukum, dan menciptakan ruang aman untuk semua.